Sabtu, 16 Januari 2010

BERALIH KE ‘GAS KOTA’ YUK

Kota Surabaya dan Palembang menjadi pilot proyek ‘gas kota’. Dengan biaya APBN, akan dibangun infrastruktur jaringan untuk memenuhi 3.200 rumah tangga di Surabaya dan 4.200 di Palembang.

Lapindo Brantas Inc sanggup memasok gas 2 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari lapangan di Sidoarjo. Dari kota udang ini, gas dialirkan melalui pipa sepanjang 30 kilometer untuk warga di Kelurahan Rungkut Kidul dan Kali Rungkut. Sedangkan pasokan gas di Palembang diharapkan dipenuhi Medco EP Indonesia sebesar 1 MMSCFD.

Warga diharapkan antusias menyambut proyek ini. Harga gas dijamin murah sekitar Rp. 2,000 per meter kubik (m3). Dengan asumsi kebutuhan per bulan 15 m3, setiap rumah tangga hanya perlu mengeluarkan uang Rp. 30.000. Hanya saja konsumen dibebani biaya instalasi pipa per rumah tangga sekitar Rp. 1 juta. Pengeluaran yang hanya sekali saja ini, tetap menguntungkan dibandingkan menggunakan LPG yang bisa mencapai Rp. 100.000 per bulan.

Ada keuntungan lain bagi konsumen gas kota, menggunakannya mudah seperti membuka kran air di rumah saja. Insya Allah pasokannya terjamin, selama sumur gas masih berproduksi. Tidak seperti menggunakan LPG yang sering tidak tersedia. Resiko kebakaran atau ledakan sangat rendah. Mengingat gas kota bertekanan rendah tidak seperti LPG yang bertekanan tinggi. Walaupun gas LPG sudah diberi tambahan bau agar mudah terpantau jika terjadi kebocoran, tetap saja sering mengakibatkan kebakaran.

Memang murah

Gas kota memang murah. Gas yang dihasilkan dari sumur gas (gas well) maupun gas ikutan dari sumur minyak (associated gas) bisa langsung digunakan untuk pembakaran. Dengan dilakukan pemisahan (separasi) cairan (minyak dan air), gas siap digunakan. Agar biaya insfrastuktur jaringan pipa tidak mahal, dipilih gas yang dihasilkan dari lapangan Migas dekat kota seperti Sidoarjo.

Sedangkan untuk menghasilkan gas LPG harus dilalui serangkaian proses yang rumit dan panjang, sehingga konsumen harus membayar biaya lebih mahal. Proses ini diawali mendatangkan minyak mentah (crude) ke kilang Bahan Bakar Minyak. Jika crude tersedia dekat kilang tinggal dialirkan melalui pipa.

Seiring dengan semakin menipisnya cadangan minyak, pada umumnya crude didatangkan dari negara lain (impor). Maka memerlukan proses pengapalan dan penyimpanan dalam jumlah besar agar ekonomis.

Selanjutnya, crude diolah melalui pemanasan hingga 3600 celcius (primary proces) agar terjadi pemisahan komponen minyak. Komponen yang paling ringan menjadi gas, diikuti komponen BBM lain hingga residu.

Agar residu minyak menjadi bernilai, dilakukan proses lanjutan (secondary proces) dengan teknologi bejana vacuum ataupun perengkahan komponen minyak (hydrocracker). Melalui proses ini kembali dihasilkan gas dan komponen BBM. Gas yang dihasilkan kilang ini, selanjutnya dilakukan pemampatan agar gas berubah menjadi cair (LPG = Liquid Petroleum Gas).

Untuk mendekatkan dengan konsumen LPG diangkut dengan kapal ataupun truk khusus ke instalasi pengisian. Di tempat inilah LPG dibotolkan dan kembali diangkut ke konsumen. Bagi konsumen yang jaraknya jauh dari instalasi pengisian LPG (lebih dari 60 kilometer), harus membayar harga lebih mahal karena menanggung biaya tambahan transportasi.

Jika rumah kita terjangkau berlangganan gas kota sebaiknya beralih ke gas yang sedang promo ini. Tak perlu beli kompor baru, dengan kompor yang selama ini digunakan memasak menggunakan LPG bisa digunakan untuk gas kota.

Harap bersabar, proyek ini dijanjikan akhir tahun 2009 bisa dinikmati. Jika berhasil, jumlah pelanggan akan ditambah dan dikembangkan di kota lain. (chusnul busro).

http://chbusro.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar