Sabtu, 16 Januari 2010

SOLAR BERLEBIH, SOLAR LANGKAH

SOLAR BERLEBIH, SOLAR LANGKAH

Selama ini PT Pertamina (Persero) rutin mengimpor solar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lesuhnya kegiatan industri, kini tidak perlu impor lagi. Bahkan produksi solar yang dihasilkan dari kilang Pertamina melebihi konsumsi. Agar kelebihan produk ini tidak memenuhi tanki timbun, yang bisa mengakibatkan terganggunya produksi karena tak ada lagi tempat menyimpan, maka solar dijual kepada pihak swasta.

Saat ini produksi solar dalam negeri mencapai 99,49 Juta barel, sedangkan konsumsi 73,59 juta barel. Selain produksi dari kilang yang ada (Pertamina), pasokan solar juga akan bertambah dengan beroperasinya kilang baru. Yaitu kilang Tri Wahana Universal di Bojonegoro Jatim, yang kapasitasnya 6.000 barel per hari. Ada juga kilang Muba di Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dengan kapasitas 800 barel per hari.

Pada Maret dan April ini Pertamina menandatangani kontrak penjualan solar ke lima perusahaan swasta. Total volumenya mencapai 103.800 kiloliter (KL). Perusahaan tersebut adalah PT Jagad Energy membeli 3.800 KL akan dipasok dari Tanjung Uban dan Depot Balikpapan. PT AKR Corporindo membeli 60.000 KL dipasok dari Tanjung Gerem. PT Petronas Niaga Indonesia membeli 28.000 KL dipasok dari Belawan, Samarinda, Kotabaru dan Merak. Ada juga PT Toyota Tsusho Indonesia membeli 10.000 KL dari Kotabaru.

Kelebihan solar ini ternyata tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat pada Bahan Bakar Minyak (BBM) ini. Ketika Pertamina menjual solar kepada pihak swasta, ternyata masih terjadi kelangkaan BBM. Nelayan asal Kecamatan Blanakan, Subang, Jabar terancam tidak bisa melaut, karena kesulitan mendapat solar pada awal April lalu.

Mereka mengamuk di SPDN (Solar Package Dealer Nelayan) atau stasiun pengisian bahan bakar solar khusus untuk nelayan. Fasilitas terletak dekat tempat pelelangan ikan ini nyaris dibakar. Untuk melampiaskan kekesalannya, nelayan melempar jeriken dan menggulingkan puluhan drum kosong.

Nelayan biasanya menerima pasokan melalui SPDN sebanyak 16.000 KL setiap hari. Kini hanya menerima separuhnya sekitar 8.000 KL. Mereka menduga, penyebabnya karena perubahan titik suplai yang semula dari Depot Balongan dipindah ke Depot Cikampek.

BBM SUBSIDI

Solar untuk nelayan yang dijual melalui SPDN tergolong BBM bersubsidi. Tak ada yang bisa menjamin bahwa BBM subsidi selalu tepat waktu, tepat tempat dan tepat jumlah. Jika konsumsi melampaui kuota yang telah ditetapkan sesuai kehendak DPR RI, tetap saja Pertamina hanya memenuhi sesuai batasan. Tentu saja hal ini berakibat terjadi kelangkaan.

Pertamina mendapat ganti subsidi sesuai BBM yang dijual asalkan tidak melebihi batas yang ditentukan tadi. Jika melebihi kuota maka kelebihan ini tidak diganti oleh pemerintah. Pertamina harus menanggung kerugian sendiri jika penjualan BBM subsidi melebihi batas. Sebagai BUMN yang dituntut memberikan keuntungan, Pertamina terpaksa membatasi penjualan agar tidak menderita kerugian. Tentu saja berdampak pada masyarakat (konsumen), karena tidak tersedia BBM dalam jumlah cukup.

Kelangkaan BBM subsidi juga sering terjadi ketika harga minyak mentah (crude) tinggi. Pada saat crude dikisaran US $ 100 per barrel, harga solar non subsidi bisa mencapai Rp. 6.000 hingga Rp. 7.000 per liter. Padahal harga solar subsidi tetap saja Rp. 4.300 per liter.

Perbedaan harga yang cukup besar ini, mendorong beberapa pihak menyalah gunakan solar. Solar di SPDN yang seharusnya dijual kepada nelayan, bisa saja dialihkan ke kapal yang tidak layak mendapat harga subsidi. Begitu juga solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), memungkinkan dijual kepada industri. Ini dilakukan demi mendapat keuntungan berlipat.

Pertamina tidak bisa menjamin BBM subsidi tidak beralih kegunaan. Perusahaan hanya bisa mengawasi hingga di lembaga retail resmi (seperti SPDN dan SPBU). Peredaran BBM diluar retail resmi bukan lagi tanggung jawab Pertamina untuk melakukan pengawasan.

Menurut Undang-Undang Migas nomor 22 tahun 2001, ada sangsi berat bagi yang menyalah gunakan BBM bersubsidi. Sudah banyak yang mendapat sangsi pelanggaran ini. Namun masih banyak lagi yang tidak terjangkau. Maklum tempat yang memungkinkan terjadinya penyalah gunaan sangat luas.

Stok BBM berlimpah tidak selamanya menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi (chusnul busro)

http://chbusro.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar