Jumat, 15 Januari 2010

Tragedi Negeri Saba' Di Situ Gintung

Saba' adalah sebuah negeri yang memiliki peradaban gemilang di Yaman, sekitar abad ke 10 SM sampai menjelang akhir abad ke 2 SM. Sebuah negeri yang subur makmur gemah ripah loh jinawi, sehingga kanan kiri jalan dihiasi kebun-kebun buah yang nyaman, enak dilihat dan dinikmati. Sebuah negeri yang berdiri mewarisi negri Mu'in dengan ibu-kotanya di Ma'rib, yang sekarang terletak sekitar 200 kilometer ke arah Timur dari Sanaa' ibu-kota Yaman. Ma'rib berarti air yang melimpah, karena di kota tersebut dibangun oleh kaum Saba' sebuah bendungan raksasa yang mampu menampung milyaran meter kubik air. Awalnya negeri tersebut tandus, maka dengan dibangunnya bendungan Ma'rib dengan berbagai pintu air untuk saluran irigasi ke seluruh negri, telah merubah negeri tersebut menjadi subur makmur. Pemerintahnya mempunyai kebijakan strategis dalam bentuk pemberian subsidi gratis kepada rakyatnya yang mau menanam dengan menyediakan benih unggul dan pupuk, sehingga kehidupan seluruh penduduk di negeri tersebut pun menjadi sejahtera. Namun, ketika Allah memerintahkan mereka untuk bersyukur melalui seruan para Nabi dan RasulNya (sejak jaman Nabi Sulaiman a.s), mereka berpaling, mereka enggan untuk mentaati perintah tersebut. Mereka menjadi sombong, seolah-olah merekalah yang menumbuhkan tanaman. Mereka merasa bahwa semata-mata atas jerih payahnya mereka menjadikan tanah yang tandus menjadi negeri yang subur makmur. Maka Allah kemudian menurunkan azabNya di saat mereka hendak memanen hasil usahanya itu. Allah menurunkan hujan deras selama sepekan, sehingga air pun meluap melebihi daya tampung bendungan Ma'rib, dan tak mampu lagi menahan beban tekanan air yang sangat besar. Bendungan raksasa itu pun kemudian jebol dan air bah melanda negri Saba' dengan dahsyatnya. Rumah-rumah tempat tinggal beserta penghuninya dan kebun-kebun mereka pun porak poranda dihantam air bah, sehingga banyak nyawa penduduk melayang dan hancurnya prasarana kehidupan yang telah dibangun selama puluhan bahkan ratusan tahun tersebut.

Kisah kaum Saba' tersebut diabadikan oleh Allah dalam firmanNya : "Laqad kaana lisabaa'in fii maskanihim aayatun jannataani 'an yamiinin wa simaalin kuluu mirrizqi rabbikum wa usykuruulahu baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. fa'aradhuu fa-arsalnaa 'alaihim sailal'arimi .................." yang artinya "Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan) : Makanlah dari rizki yang (dianugerahkan) Rab kalian dan bersyukulah kalian kepadaNya. (Negeri kalian) adalah negeri yang baik (subur makmur) dan (Rab kalian) adalah Rab yang maha pengampun. Tetapi mereka berpaling, sehingga Kami datangkan kepada mereka (azab) banjir besar.............." (QS Sabaa' 15-16). Kisah kaum Saba' ini merupakan peringatan Allah kepada orang-orang yang mengingkariNya, kepada orang-orang yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang dianugerahkanNya, sebagaimana kelanjutan ayat tersebut (yang artinya) : "Demikianlah Kami berikan balasan kepada mereka karena keingkaran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu) melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat ingkar" (QS Sabaa' 17). Kisah yang diabadikan oleh Allah dalam Qur'an ini mengingatkan kita kepada peristiwa jebolnya tanggul Situ Gintung yang baru saja terjadi pada pekan lalu, yang mungkin peristiwanya mempunyai kemiripan dengan kisah kaum Saba' tersebut.

Menurut penuturan sejumlah saksi mata, dijelaskan kronologi jebolnya tanggul (bendungan) Situ Gintung pada hari Jum'at pagi (30 Rabi'ul Awal 1430 H / 27 Maret 2009), ketika berkumandang adzan subuh. Tanda-tanda akan jebolnya tanggul tersebut sudah mulai tampak sejak jam 10 malam sebelumnya, dan sudah ada orang-orang yang memperingatkan kalau tanggul mulai jebol. Namun, kebanyakan orang tidak sadar bahwa bencana akan menimpa. Banyak di antara mereka yang masih terlelap tidur terbuai dalam mimpinya pada saat kejadian jebolnya tanggul, yang menyebabkan air bah menerjang apa saja yang dilaluinya dan menghanyutkan segalanya. Kecuali sebuah masjid yang tetap tegar berdiri kokoh, meskipun semua bangunan rumah di sekitarnya hancur luluh diterjang bah. Sampai hari Kamis kemarin (sepekan setelah kejadian), tercatat korban manusia sejumlah 100 orang yang tewas dan masih sekitar 100 orang lagi yang belum ditemukan. Belum lagi kerugian materi dari ratusan rumah beserta isinya yang telah mereka bangun dan kumpulkan selama bertahun-tahun itu ludes dalam sekejap. Sungguh tragedi yang sangat memilukan. Tragedi yang terjadi di masa kampanye Pemilu legislatif, sehingga banyak para pembesar negeri atau para pemimpin partai berdatangan memberi komentar belasungkawa dan memberikan bantuan kepada para korban yang selamat dan pencarian korban yang hilang, sekalian untuk mencari simpati agar orang-orang memilih partai atau calegnya. Mereka menjanjikan proyek besar pembangunan kembali bendungan tersebut. Namun, tidakkah mereka mau mengambil pelajaran dari kisah kaum Saba' ?

Tragedi Situ Gintung jelas merupakan akibat kesalahan manusia, meskipun masih ada sebagian orang yang menganggap penyebab tragedi tersebut karena faktor alam. Memang semuanya berjalan sesuai ketentuan Ilahi, namun takdir tidak akan terjadi tanpa campur tangan ulah manusia. Allah menurunkan musibah untuk memberi pelajaran kepada manusia yang telah banyak berbuat kerusakan agar mereka menyadari dan kembali kepada kehidupan yang sesuai dengan aturanNya. Hal ini telah ditegaskan dengan firmanNya (yang artinya) : "Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan ulah tangan manusia. Supaya Allah merasakan (memberi pelajaran) kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : 'Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)'" (QS Ar Ruum 41-42). Sebelum terjadi peristiwa jebolnya tanggul bendungan Situ Gintung, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan survey pada 8 Desember 2008 di situ tersebut. Bahkan jauh sebelumnya, masyarakat di sekitar situ telah melaporkan kepada yang berwenang tentang kondisi situ tersebut, namun tidak ada tanggapan sampai tragedi itu terjadi. Saat survey, BPPT mendapati sebagian pemukiman telah berkembang di badan tanggul Situ Gintung, dimana beda ketinggian tanggul dengan perumahan di bawahnya mencapai 15 meter, serta menemukan adanya mata-air di bawah tanggul yang merupakan tanda adanya kebocoran situ. Dari sisi logika, memperlihatkan bahwa peristiwa tragedi Situ Gintung adalah akibat kesalahan manusia yang merusak lingkungan alam, dan kelalaian manusia khususnya pihak berwenang yang tidak segera memperbaiki prasarana sebagai usaha untuk mencegah bencana, sebab bukan semata-mata karena alam akibat curah hujan yang tinggi. Dari sisi spiritual, banyak di antara manusia yang tidak mau bersyukur atas segala nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana kaum Saba' yang diazab Allah akibat kesombongannya yang tidak mau bersyukur. Semoga tragedi Situ Gintung ini menyadarkan kita semua (terlebih lagi bagi pemerintah), agar segera memperbaiki diri untuk kembali ke jalan yang diridhai Allah dan banyak bersyukur kepadaNya.

Last Updated ( Tuesday, 07 April 2009 )

http://migas-indonesia.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar